Minggu, 24 Juli 2011

petunjuk karang pamitran

KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL
GERAKAN PRAMUKA NOMOR : 056 TAHUN 1982
TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN KARANG PAMITRAN
Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Menimbang : 1. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan mutu pendidikan kepramukaan di gugus depan dan satuan pramuka, peranan Pembina Pramuka sangat penting, sehingga para pembina pramuka perlu selalu meningkatkan kemampuannya ; 2. bahwa untuk menyelenggarakan pertemuan pembina pramuka tersebut, perlu dikeluarkan Petunjuk Penyelenggaraan Karang Pamitran ; Mengingat : 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238 Tahun 1961, juncto Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1971. 2. Keputusan Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka Tahun 1978 di Bukittinggi, Sumatera Barat. 3. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 45/KN/74 Tahun 1974 tentang Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka. 4. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 063 Tahun 1979 tentang penyempurnaan Pola Umum Gerakan Pramuka. 5. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 058 Tahun 1980 tentang Kursus Pembina Pramuka Mahir. MEMUTUSKAN : Menetapkan : Pertama : Petunjuk Penyelenggaraan Karang Pamitran sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini Kedua : Menginstruksikan kepada Kwarda, Kwarcab, Kwarran Gerakan Pramuka untuk mendorong dan membantu para Pelatih Pembina Pramuka agar mampu menyelenggarakan dengan baik Karang Pamitran di tempat masing-masing. Ketiga : Apabila ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, maka akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya. Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta. Pada tanggal 8 Juli 1982. Ketua Kwartir Nasional, Letjen TNI (Purn) Mashudi LAMPIRAN KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR : 056 TAHUN 1982 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN KARANG PAMITRAN BAB I PENDAHULUAN Pt. 1. Umum a. Tugas pokok gerakan pramuka adalah menyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak dan pemuda-pemuda Indonesia, dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan, yang pelaksanaannya diserasikan dengan keadaan, kepentingan dan perkembangan bangsa dan masyarakat Indonesia b. Tujuan gerakan pramuka adalah : 1) membentuk manusia Indonesia yang berkepribadian dan berwatak luhur : a) tinggi mental, moral, budi pekerti, dan kuat keyakinan beragamanya b) cerdas dan terampil c) kuat dan sehat fisiknya 2) membentuk warga negara Indonesia yang : a) berjiwa pancasila b) setia dan patuh kepada negara kesatuan republik Indonesia c) sanggup dan mampu menyelenggarakan pembangunan bangsa dan negara c. Untuk mencapai tujuan gerakan pramuka tersebut diperlukan adanya pembinaan pramuka yang mampu membina peserta didiknya dengan sebaik-baiknya di tiap-tiap gugusdepan pramuka d. Peran dan funsi pembina pramuka digugusdepan sangat menentukan bagi proses pendidikan peserta didiknya, maka perlu adanya pembinaan terus-menerus melalui pertemuan-pertemuan pembina pramuka e. Maksud petunjuk penyelenggaraan ini adalah untuk memberi pedoman kepada kwartir-kwartir untuk menyelenggarakan karang pamitran Pt. 2. Ruang Lingkup Petunjuk penyelenggaraan ini menjadi : a. Pendahuluan b. Tujuan, sasaran dan fungsi c. Pengelompokan dan bentuk kegiatan d. Pola kegiatan, materi, dan methoda e. Tata laksana penyelenggaraan f. Dukungan administrasi g. Lain-lain Pt. 3. Pengertian Karang pamitran adalah pertemuan pembina pramuka untuk mempererat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan serta meningkatkan pengetahuan pengalaman dan kepemimpinannya Karang pamitran adalah salah satu usaha penyegaran, tukar pengalaman, penambahan pengetahuan dan ketrampilan, yang tidak merupakan jenis dan jenjang kursus, melainkan merupakan salah satu pendidikan informal untuk orang dewasa Pembina pramuka yang dimaksud dalam petunjuk penyelenggaraan ini termasuk pula pembantu pembina pramuka BAB II TUJUAN, SASARAN DAN FUNGSI Pt. 4. Tujuan Tujuan karang pamitran adalah untuk membina dan meningkatkan kemampuan, pengetahuan, pengalaman, ketrampilan serta menambah dan mempererat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan bagi para pembina pramuka sehingga mampu meningkatkan mutu pendidikan kepramukaan di gugusdepan dan satuannya dengan pengabdian dan tanggungjawab yang tinggi Pt. 5. Sasaran Sasaran karang pamitran adalah agar para peserta dapat mempertebal jiwa korsa diantara mereka sehingga sesudah mengikuti kegiatan ini mampu : a. menambah saling pengertian dan keakraban diantara sesama pembina pramuka b. meningkatkan mutu pendidikan kepramukaan di satuannya c. mendorongkan minat dan mengembangkan bakat peserta didiknya d. mengelola satuannya dengan baik e. membuat program kegiatan yang menarik f. membina anak didiknya sehingga dapat menyelesaikan SKU dan SKK Pt. 6. Fungsi Fungsi karang pamitran adalah sebagai berikut : a. wadah untuk mempertemukan dan mempersatukan, serta membina persahabatan dan persaudaraan para pembina pramuka b. alat untuk mengikat hubungan batin antar pembina pramuka c. tempat untuk saling bertukar penglaman, pengetahuan dan kecakapan diantara para pembina pramuka d. sarana untuk menyampaikan informasi/penjelasan dari kwartir kepada para pembina pramuka, serta sarana komunikasi timbal balik BAB III BENTUK DAN PENGELOMPOKAN Pt. 7. Bentuk Karang Pamitran a. Karang pamitran dapat diselenggarakan sesuai dengan keadaan dan kemampuan setempat, yaitu dalam bentuk perkemahan dan bukan perkemahan b. Bila diselenggarakan dalam bentuk perkemahan harus diusahakan agar tempat perkemahan puteri dan tempat perkemahan putera terpisah Pt. 8. Pengelompokan a. Karang pamitran diadakan untuk pertemuan pembina pramuka puter dan pembina pramuka putera, dengan memperhatikan system satuan terpisah b. Sesuai dengan kepentingannya, maka dapat diadakan pengelompokan sebagi berikut: a. kelompok pembina pramuka siaga b. kelompok pembina pramuka penggalang c. kelompok pembina pramuka penegak dan pandega BAB IV POLA DAN BENTUK KEGIATAN MATERI DAN METODA Pt. 9. Pola Kegiatan 1. Kegiatan dalam karang pamitran diatur dan disusun sesuai dengan : 1. bentuk karang pamitran 2. keadaan, kemampuan, kebutuhan pembina pramuka dan masyarakat 3. tugas dan fungsi serta tanggungjawab pembina pramuka 4. tema dan tujuan yang akan dicapai dalam pertemuan tersebut 2. Bentuk Kegiatan 1. kegiatan mendengarkan caramah, tanya jawab dan berdiskusi 2. seminar, lokakarya, symposium 3. praktek permainan, ketangkasan dan ketrampilan 4. kegiatan bakti masyarakat 5. kegiatan keagamaan 6. kegiatan penanaman kesadaran berbangsa dan bernegara 7. olah raga dan seni budaya 8. wisata 3. Penyajian dan acara kegiatan dalam karang pamitran diatur dan disusun secara berencana agar: 1. peranekaragam, menarik, membangkitkan suasana riang gembira dan membanggakan tidak menjemukan pembina pramuka 2. menambah pengalaman, meningkatkan pengetahuan, kecakapan kecerdasan, keterampilan membina peserta didik 3. menimbulkan rasa ikut serta berbuat dan ikut serta bertanggungjawab 4. mempertebal rasa percaya diri sendiri dan mempertinggi rasa pengabdian pembina pramuka 5. memupuk rasa persaudaraan, setia kawan serta menciptakan rasa persatuan dan kesatuan dan kesatuan sesama pembina pramuka 6. memupuk rasa kesadaran berbangsa dan bernegara 7. memperteguh iman dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa 8. meningkatkan pengabdiannya kepada gerakan pramuka Pt. 10. Materi Kegiatan a. Materi kegiatan karang pamitran diarahkan pada pengembangan gugusdepan yang berorientasipada penggunaan management dan system perencanaan, pemrograman dan anggaran b. Materi karang pamitran disesuaikan dengan tingkat dan lamanya pertemuan, peranan, tugas, dan kewajiban serta tanggungjawab pembina pramuka c. Materi tersebut meliputi : 1. Bidang organisasi : 1. peningkatan kemampuan berorganisasi 2. struktur oraganisasi dan hubungan kerja antara bagian 3. hubungan kedalam dan keluar organisasi 4. pembagian tugas, dan pengelolaan satuan 5. rencana musyawarah dan lain-lainnya 2. Bidang administrasi 1. dasar-dasar pengelolaan administrasi 2. pendaftaran gugusdepan baru, pendaftaran baru 3. iuran anggota 4. usaha dana 5. laporan kemajuan anak didik dan lain-lainnya 3. Bidang kegiatan 1. bentuk-bentuk kegiatan 2. perencanaan, persiapan, pelaksanaan, penilaian dan penyelesaian kegiatan anak didik 3. berbagai macam bahan latihan pramuka dan teknik kepramukaan 4. kegiatan pembangunan dari bakti masyarakat dan lain-lainnya 4. Bidang pendidikan 1. system pendidikan dalan gerakan pramuka 2. perkembangan kursus-kursus dan bahan kursus 3. memahami perkembangan dan harapan anak didik 4. berbagai macam metoda latihan dan lain-lainnya 5. Bidang lainnya 1. pengetahuan umum 2. kebijaksanaan pemerintah 3. hubungan masyarakat dan lain-lainnya 4. Karang pamitran merupakan suatu kegiatan yang mengarah pada usaha dan cara meningkatkan kemampuan dan ketrampilan pembina pramuka untuk membina dan mendorong peserta didiknya dalam menyelesaikan SKU dan SKK yang bersumber pada : 1. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga gerakan pramuka 2. petunjuk penyelenggaraan dan petunjuk pelaksanaan gerakan pramuka 3. agama 4. adat istiadat dan tata susila 5. falsafah pancasila 6. sejarah perjuangan bangsa 7. seni budaya 8. kesehatan dan olahraga 9. kesejahteraan keluarga 10. perdamaian dunia 11. wawasan nusantara 12. kewarganegaraan dan bakti masyarakat 13. teknologi pembangunan 14. kewiraswastaan 15. ilmu pengetahuan lainnya Pt.11. Metoda Metoda yang digunakan dalam kegiatan karang pamitran antara lain : 1. Penerapan prinsip-prinsip dasar metodik kepramukaan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan, kepentingan dan perkembangan para pembina pramuka dan masyarakat 2. Penerapan system among yang mengharuskan pembina pramuka mempunyai sikap laku : 1. ing ngarso sung tulada (didepan memberi teladan) 2. ing madya mangun karsa (ditengah membangun kemauan) 3. tut wuri handayani (dibelakang memberi kekuatan) 3. Mengikut sertakan secara aktif para pembina pramuka untuk berperanserta dalam suatu proses pendidikan yaitu : 1. belajar dengan melakukan 2. belajar dengan mengajar 3. belajar sambil mengadakan penyuluhan/penerangan 4. - berbuat untuk belajar 1. belajar untuk mencari nafkah 2. mencari nafkah untuk hidup 3. hidup untuk berbakti 4. Menggunakan metoda pendidikan orang dewasa yang mutakhir antara lain : Ceramah, diskusi, demonstrasi, curah gagasan, bermain peran, kerja kelompok, dan sebagainya BAB V TATALAKSANA PENYELENGGARAAN Pt.12. Perencanaan 1. Untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya, tiap kwartir wajib menyusun pelaksanaan yang meliputi dasar pemikiran, persiapan, perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian karang pamitran sebagai tugas yang dibebankan kepadanya dengan tertib dan penuh tanggungjawab 2. Rencana pelaksanaan tersebut disusun secara sistematis meliputi : 1. dasar pemikiran 2. tingkat karang pamitran 3. tujuan dan maksud pertemuan tersebut 4. tempat dan waktu penyelenggaraannya 5. susunan panitia dengan pembagian kerjanya 6. penerapan pelaksanaan kerja 7. perincian acara kegiatan 8. ketentuan dan syarat peserta 9. perlengkapan dan perbekalan 10. rencana biaya 11. evaluasi (penelitian, pengawasan dan penilaian) 12. laporan dan penyelesaian tugas Pt.13. Tingkat Tingkat karang pamitran adalah sebagai berikut : 1. Tingkat ranting Karang pamitran tingkat ranting adalah pertemuan pembina pramuka ditingkat wilayah kerja kwartir ranting yang diselenggarakan oleh kwartir ranting yang bersangkutan 2. Tingkat cabang Karang pamitran tingkat cabang adalah pertemuan pembina pramuka di tingkat wilayah kerja kwartir cabang yang diselenggarakan oleh kwartir cabang yang bersangkutan 3. Tingkat daerah Karang pamitran tingkat daerah adalah pertemuan pembina pramuka di tingkat wilayah kerja kwartir daerah yang diselenggarakan oleh kwartir daerah yang bersangkutan 4. Tingkat nasional Karang pamitran tingkat nasional adalah pertemuan pembina pramuka di tingkat wilayah kerja kwartir nasional yang diselenggarakan oleh kwartir nasional yang bersangkutan Pt.14. Waktu Pelaksanaan 1. Karang pamitran dilaksanakan sedikitnya satu kali dalam satu masa bakti tiap kwartir dan dianjurkan untuk diadakan berulangkali sesuai dengan jumlah pembina pramuka dan kebutuhan pendidikan 2. Waktu penyelenggaraan karang pamitran disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan Pt.15. Persyaratan Peserta 1. Persyaratan umum : 1. pembina pramuka atau pembantu pramuka yang aktif di satuannya 2. bersedia mentaati tata tertib karang pamitran 3. bersedia memenuhi ketentuan panitia karang pamitran misalnya, iuran,dan sebagainya 4. dikirim oleh pembina gugusdepan atau pimpinan kwartir yang bersangkutan 2. Persyaratan khusus : 1. ditingkat ranting dan cabang pada dasarnya terbuka untuk semua pembina pramuka yang telah memenuhi persyaratan umum 2. ditingkat daerah dan nasional: 1. semua pembina pramuka yang telah memenuhi persyaratan umum 2. dikirim oleh kwartir yang bersangkutan Pt.16. Pengorganisasian Karang pamitran tingkat ranting, cabang, daerah, dan nasional dilaksanakan oleh kwartir yang bersangkutan dengan struktur oraganisasi penyelenggaraan sesuai denga kebutuhan Pt.17. Penyelenggaraan 1. Wewenang penyelenggara karang pamitran sebagai salah satu bentuk pendidikan informal bagi orang dewasa adalah pada kwartir 2. Karang pamitran diusahakan diselenggarakan dengan prinsip sederhana, mudah, murah, meriah, berdayaguna dan tepatguna Pt.18. Pengawasan dan Penelitian 1. Pengawasan dilakukan oleh tim dibawah koordinasi andalan urusan penelitian untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penyelenggara agar karang pamitran itu dapat berlangsung dengan baik dan berhasil mencapai tujuan dan sasarannya 2. Penelitian oleh tim tersebut diatas juga meliputi kegiatan penilaian terhadap segala bidang kegiatan dalam karang pamitran tersebut, sehingga memperoleh data guna bahan penyusunan rencana dan program kegiatan karang pamitran berikutnya Pt.19. Laporan Setiap kwartir diharapkan membuat catatan dan melaporkan pelaksanaan karang pamitran kepada kwartir jajaran wilayah diatasnya BAB VI DUKUNGAN ADMINISTRASI Pt.20. Dukungan Administrasi Guna memperlancar pelaksanaan karang pamitran, perlu adanya dukungan administrasi, logistik dan anggaran yang disesuaikan dengan kebutuhan Pt.21. Pertanggungjawaban Semua pemasukan dan pengeluaran uang dan barang dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang bersangkutan secara terbuka BAB VII LAIN-LAIN Pt.22. Hubungan dengan Luar Negeri 1. Yang berhak mengundang pembina pramuka negara lain untuk mengikuti karang pamitran adalah kwartir nasional gerakan pramuka 2. Bila ada undangan untuk mengikuti karang pamitran di negara lain, maka kwartir nasional gerakan pramuka akan mengatur dan menentukannya Pt.23. Karang Pamitran Luar Negeri 1. Pembina pramuka dari gugusdepan di beberapa KBRI dapat mengadakan karang pamitran dengan izin MABIGUS/duta besar/kepala perwakilan RI setempat dan melaporkan kepada kwartir nasional gerakan pramuka 2. Pembina pramuka di KBRI dapat mengikuti karang pamitran negara asing apabila diundang dan seizin dari mabigus/duta besar/ kepala perwakilan RI setempat dan melaporkan kepada kwartir nasional gerakan pramuka Jakarta, 8 Juli 1982 Ketua Kwartir Nasional, Letjen TNI (Purn) Mashudi

Tata Upacara Perindukan Siaga

Tata Upacara Perindukan Siaga A. Upacara Pembukaan Latihan Siaga 1. Acara persiapan • Pembina/Pembantu Pembina Siaga memanggil anggota perindukan dengan barisan bersaf • Para Pembina Siaga memeriksa kebersiahan, kerapihan dll., sesuai dengan tugasnya, dan memilih barung yang terbaik dan barung yang terbaik tersebut mendapat kepercayaan untuk mempersiapkan upacara pembukaan. 2. Uraian Kegiatan • Seluruh anggota perindukan dalam barungnya masing-masing membentuk barisan bersaf • Siaga/Sulung yang terpilih mempersiapkan segala perlengkapan upacara untuk upacara pembukaan 3. Perlengkapan • Bendera Merah Putih/tiangnya, teks Pancasila, teks Dwi Darma 4. Acara Pokok • Sulung memanggil seluruh peserta upacara dengan .....siagaaaaaaa dan dijawab Siaaaap oleh para siaga, kemudian Sulung membuat kode lingkaran kecil maka berlarilah para siaga membentuk lingkaran kecil menurut barungnya masing-masing dan barung si sulung berapa di depanya. kemudian membentuk lingkaran besar 5. Penjemputan Pembina Upacara Yanda/Bunda • Sulung/Pemimpin Upacara menjemput pembina upacara • Sulung menjemput yanda/Bunda dengan ucapan "yanda, upacara pembukaan latihan perindukan siaga sudah bisa dimulai yanda sudi membukanya." kemudian Yanda mengatakan "Terima kasih" kemudian Yanda/ Bunda Memegang tangan Kiri Sulung dan membimbingnya memasuki lingkaran dan menempatkannya di depan standart/totem 6. Penjemputan Bendera Merah Putih • Yanda/bunda memerintahkan sulung untuk mengambil Bendera Merah Putih "Sulung, ambil Pusaka kita". dan sulung pun keluar melalui pintu untuk mengambil bendera merah putih. • Kemudian memasuki lingkaran dan pada waktu di pinggir lingkaran (pintu) berhenti sejenak dan penghormatan dipimpin oleh Yanda/Bunda dan diikuti oleh seluruh peserta upacara 7. Pembacaan Teks Pancasila • Pembacaan teks Pancasila oleh pembina upacara Yanda/Bunda • Yanda/ Bunda membacakan teks Pancasila diikuti oleh seluruh peserta upacara 8. Pembacaan teks Dwi darma • Pembacaan teks Dwi Darma oleh Sulung • Sulung membacakan dan dibalas oleh peserta sbb : Sulung : Dwi Darma, siaga membalas serupa kemudian Sulung ; "Siaga itu menurut ayah dan bundanya" dijawan"kami menurut ayah dan bunda kami". Sulung: "Siaga itu berani dan tidak putus asa" dijawab "kami berani dan tidak putus asa" • Selesai membaca teks dwi darma Yanda/ Bunda memerintahkan sulung kembali ke barungnya dan pada waktu sulung kembali ke barungnya wakilnya yang tadi menempati posisi pemimpin barung kembali ke tempatnya melalui jalan belakang. 9. Kata Bimbingan • Yanda/Bunda memberikan kata bimbingan • Pada waktu memberikan kata bimbingan Yanda/Bunda cukup dengan sikap instirahat maka seluruh peserta upacara mengikutinya dengan sikap istirahat • Selesai pengarahan Yanda/bunda kembali sikap sempurna dan diikuti oleh seluruh peserta upacara dengan sikap sempurna/siap 10. Do'a • doa dipimpin oleh yanda/Bunda • doa diucapkan dna diikuti oleh seluruh siaga (doa cukup pendek saja) 11. Selesai • Upacara Pembukaan selesai • Selesai Yanda/bunda berdo'a maka selesailah upacara • dilanjutkan dengan kegiatan lainnya. Ingat..! Yanda dan Bunda tidak membubarkan lingkaran tetapi langsung dilanjutkan dengan kegiatan yang sesuai dengan jadwal latihan.

Rabu, 23 Februari 2011

Lambang Gerakan Pramuka

LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR : 06/KN/72 TAHUN 1972 TENTANG LAMBANG GERAKAN PRAMUKA I. Gambar Silhouette Tunas Kelapa, Lambang Gerakan Pramuka II. Uraian arti kiasan lambang Gerakan Pramuka Satu : Buah Nyiur dalam keadaan tumbuh dinamakan cikal, dan istilah cikal bakal di Indonesia berarti : penduduk asli yang pertama, yang menurunkan generasi baru. Jadi lambang buah nyiur yang tumbuh itu mengkiaskan bahwa tiap Pramuka merupakan inti dari kehidupan bangsa Indonesia. Dua : Buah nyiur dapat bertahan lama dalam keadaan yang bagaimanapun juga Jadi lambang ini mengkiaskan, bahwa tiap Pramuka adalah seorang yang rohaniah dan jasmaniah sehat, kuat, dan ulet, serta besar tekadnya dalam menghadapi segala tantangan dalam hidup dan dalam menempuh segala ujian dan kesukaran untuk mengabdi tanah air dan bangsa Indonesia. Tiga : Nyiur dapat tumbuh dimana saja, yang membuktikan besarnya daya upaya dalam menyesuaikan dirinya dengan keadaan sekelilingnya. Empat : Nyiur tumbuh menjulang lurus ke atas dan merupakan salah satu pohon yang tertinggi di Indonesia. Jadi lambang itu mengkiaskan, bahwa tiap Pramuka mempunyai cita–cita yang tinggi dan lurus, yakni yang mulia dan jujur, dan ia tetap tegak tidak mudah diombang–ambingkan oleh sesuatu. Lima : Akar nyiur tumbuh kuat dan erat dalam tanah. Jadi lambang ini mengkiaskan tekad dan keyakinan tiap Pramuka yang berpegang pada dasar – dasar dan landasan – landasan yang baik, benar, kuat dan nyata, ialah tekad dan keyakinan yang dipakai olehnya untuk memperkuat diri untuk mencapai cita – citanya. Enam : Nyiur adalah pohon yang serba guna, dari ujung atas hingga akarnya. Jadi lambang ini mengkiaskan bahwa tiap Pramuka adalah manusia yang berguna, dan membuktikan diri dan kegunaannya kepada kepentingan Tanah Air, Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta kepada umat manusia.

Selasa, 22 Februari 2011

Sejarah Singkat Baden Powel

Baden-Powell of Gilwell * Chief Scout of the World The name Baden-Powell is known and respected throughout the world as that of a man who, in his 83 years, devoted himself to the service of his country and his fellow men in two separate and complete lives, one as a soldier fighting for his country, and the other as a worker for peace through the brotherhood of the Scout Movement. Robert Stephenson Smyth Baden-Powell was born at 6 Stanhope Street (now 11 Stanhope Terrace), Paddington, London on February 22, 1857. He was the sixth son and the eighth of ten children of the Reverend Baden-Powell, a Professor at Oxford University. The names Robert Stephenson were those of his Godfather, the son of George Stephenson, the railway pioneer. His father died when B.-P. was only three years old and the family were left none too well off. B.-P. was given his first lessons by his mother and later attended Rose Hill School, Tunbridge Wells, where he gained a scholarship for admittance to Charterhouse School. Charterhouse School was in London when B.-P. first attended but whilst he was there it moved to Godalming, Surrey, a factor which had great influence in his later life. He was always eager to learn new skills. He played the piano and fiddle. He acted - and acted the clown too at times. He practised bricklaying, and it was whilst a scholar at Charter house that he began to exploit his interest in the arts of Scouting and woodcraft. Unofficially, in the woods around the school, B.-P. would stalk his Masters as well as catch and cook rabbits, being careful not to let the tell-tale smoke give his position away. His holidays were not wasted either. With his brothers he was always in search of adventure. One holiday they made a yachting expedition around the south coast of England. On another, they traced the Thames to its source by canoe. In all this, Baden-Powell was learning the arts and crafts which were to prove so useful to him professionally. B.-P. was certainly not a 'swot' at school, as his end of term reports revealed. One records: 'Mathematics - has to all intents given up the study', and another: 'French - could do well but has become very lazy, often sleeps in school'. Nevertheless, he gained second place for cavalry in open examination for the Army and was commissioned straight into the 13th Hussars, bypassing the officer training establishments, and subsequently became their Honorary Colonel for 30 years. His Army career was outstanding from the start. With the 13th Hussars he served in India, Afghanistan and South Africa and was mentioned in dispatches for his work in Zululand. There followed three years service in Malta as Assistant Military Secretary and then he went to Ashanti, Africa, to lead the campaign against Prempeh. Success led to his being promoted to command the 5th Dragoon Guards in 1897, at the age of 40. It was to the 5th Dragoon Guards that B.-P. gave his first training in Scouting and awarded soldiers reaching certain standards a badge based on the north point of the compass. Today's Scout Membership badge is very similar. In 1899 came Mafeking, the most notable episode in his outstanding military career, by which he became a Major-General at the age of only 43. B.-P. became famous and the hero of every boy, although he always minimised his own part and the value of his inspiring leadership. By using boys for responsible jobs during the siege, he learned the good response youth give to a challenge. During the 217 day siege, B.-P.'s book Aids to Scouting was published and reached a far wider readership than the military one for which it was intended. Following Mafeking, B.-P. was given the task of organising the South African Constabulary and it was not until 1903 that he returned to England as Inspector General of Cavalry and found that his book, Aids to Scouting'was being used by youth leaders and teachers all over the country. He spoke at meetings and rallies and whilst at a Boys' Brigade gathering he was asked by its Founder, Sir William Smith, to work out a scheme for giving greater variety in the training of boys in good citizenship. ________________________________________ The Beginnings of the Movement B.-P. set to work rewriting Aids to Scouting, this time for a younger readership. In 1907 he held an experimental camp on Brownsea Island, Poole, Dorset, to try out his ideas. He brought together 22 boys, some from public schools and some from working class homes, and put them into camp under his leadership. The whole world now knows the results of that camp. Scouting for Boys'was published in 1908 in six fortnightly parts at 4d a copy. Sales of the book were tremendous. Boys formed themselves into Scout Patrols to try out ideas. What had been intended as a training aid for existing organisations became the handbook of a new and, ultimately worldwide Movement. B.-P.'s great understanding of boys obviously touched something fundamental in the youth of this and other countries. 'Scouting for Boys' has since been translated into many different languages and dialects. Without fuss, without ceremony and completely spontaneously, boys began to form Scout Troops all over the country. In September 1908, B.-P. had set up an office to deal with the large number of enquiries which were pouring in concerning the Movement. There is no need to describe the way in which Scouting spread throughout the British Commonwealth and to other countries until it was established in practically all parts of the free world. Even those countries where Scouting as we know it is not allowed to exist readily, admit that they used its methods for their own youth training. As Inspector-General of Cavalry, B.-P. considered that he had reached the pinnacle of his career. The baton of Field Marshal was within his grasp but he retired from the Army in 1910 at the age of 53, on the advice of His Majesty King Edward VII, who suggested that he would do more valuable service for his country within the Boy Scout Movement (now Scout Movement) than anyone could hope to do as a soldier! So all his enthusiasm and energy was now directed to the development of Scouting and its sister Movement, Guiding. He travelled to all parts of the world, wherever he was most needed, to encourage their growth and give them the inspiration that he alone could give. In 1912, he married Olave Soames who was his constant help and companion in all this work and by whom he had three children (Peter, Heather and Betty). Olave, Lady Baden-Powell, until she died in 1977, was known throughout the world as World Chief Guide. ________________________________________ Chief Scout of the World The first international Scout Jamboree took place at Olympia, London in 1920. At its closing scene, B.-P. was unanimously acclaimed as Chief Scout of the World. Successive international gatherings, whether of Scouts or Rovers (now called Venture Scouts) or of Scouters, proved that this was not an honorary title, but that he was truly regarded by them all as their Chief. The shouts that heralded his arrival, and the silence that fell when he raised his hand, proved beyond any doubt that he had captured the hearts and imaginations of his followers in whatever country they owed allegiance. At the 3rd World Jamboree, held in Arrowe Park, Birkenhead, to celebrate the 21st Anniversary of the publication of Scouting for Boys, the Prince of Wales announced that B.-P. had been created a Peer. He took the title of Lord Baden-Powell of Gilwell - Gilwell Park being the International Training Centre for Scout Leaders. Scouting was not B.-P.'s only interest, for excelled at pig-sticking and fishing, and favoured polo and big game hunting. He was also a very good black & white and watercolour artist and took an interest in cinephotography and sculpture. In 1907, he exhibited a bust of John Smith, the colonial pioneer, at the Royal Academy. B.-P. wrote no less than 32 books, the earning from which helped to pay for his Scouting travels. As with all his successors, he received no salary as Chief Scout. He received honorary degrees from Edinburgh, Toronto, Montreal, Oxford, Liverpool and Cambridge Universities. He also received Freedoms of the cities of London, Guildford, Newcastle-on-Tyne, Bangor, Cardiff, Hawick, Kingston-on- Thames, Poole, Blandford, Canterbury and Pontefract, and of other cities in various parts of the world. In addition, 28 Foreign Orders and decorations and 19 Foreign Scout Awards were bestowed upon him. Every minute of B.-P.'s life was 'sixty seconds worth of distance run'. Each new adventure was the subject for a book. Every happy incident or thought, every fine landscape might be the subject for a sketch. In 1938, suffering from ill-health, B.-P. returned to Africa, which had meant so much in his life, to live in semi-retirement in Nyeri, Kenya. Even here he found it difficult to curb his energies - he still produced many books and sketches. On January 8, 1941, Baden-Powell died. He was 83 years of age. He is buried in a simple grave at Nyeri within sight of Mount Kenya. On his headstone are the words, 'Robert Baden-Powell, Chief Scout of the World' surmounted by the Boy Scout and Girl Guide Badges. His memory remains for all time in the hearts of millions of men and women, boys and girls. It is up to those who are, or have been, Scouts or Guides to see that the two Movements he so firmly established continue for all time as living memorials to their Founder. ________________________________________ Baden-Powell's Last Message Towards the end of his life, although still in comparatively good health, he prepared a farewell message to his Scouts for publication after his death. It read: "Dear Scouts - if you have ever seen the play 'Peter Pan' you will remember how the pirate chief was always making his dying speech because he was afraid that possible, when the time came for him to die, he might not have time to get it off his chest. It is much the same with me, and so, although I am not at this moment dying, I shall be doing so one of these days and I want to send you a parting word of goodbye. Remember, it is the last time you will ever hear from me, so think it over. I have had a most happy life and I want each one of you to have a happy life too. I believe that God put us in this jolly world to be happy and enjoy life. Happiness does not come from being rich, nor merely being successful in your career, nor by self-indulgence. One step towards happiness is to make yourself healthy and strong while you are a boy, so that you can be useful and so you can enjoy life when you are a man. Nature study will show you how full of beautiful and wonderful things God has made the world for you to enjoy. Be contented with what you have got and make the best of it. Look on the bright side of things instead of the gloomy one. But the real way to get happiness is by giving out happiness to other people. Try and leave this world a little better than you found it and when your turn comes to die, you can die happy in feeling that at any rate you have not wasted your time but have done your best. 'Be Prepared' i this way, to live happy and to die happy - stick to your Scout Promise always - even after you have ceased to be a boy - and God help you to do it. Your friend, With the compliments from: The Public Relations Department at Baden-Powell House, London, England courtesy of Simon Pearce, Author of ScoutNet UK - THE Scouting Web Pages ________________________________________ Books by Baden-Powell "Books are like a gigantic treasure chest stuffed full of gold and precious stones and pieces of eight - and a bit of nonsense too. It is tremendous fun exploring the chest and deciding for yourself what is valuable and what isn't, what you want to keep and what you don't like." --Baden-Powell, Wolf Cub Handbook(15th Edition), p. 162. Aids To Scoutmastership, 1919 Definitive "World Brotherhood Edition," edited by William Hillcourt, 1944

Latar Belakang Lahirnya Gerakan Pramuka

Latar Belakang Lahirnya Gerakan Pramuka Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jadi kalau akan menyimak latar belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang perlu mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa pada sekitar tahun 1960. Dari ungkapan yang telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan itu. Peraturan yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila. Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powellisme (Lampiran C Ayat 8). Ketetapan itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah Pesiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepramukaan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961. Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan Presiden itu. Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial). Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka. Kelahiran Gerakan Pramuka Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu 1. Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA • Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA. • Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA. 2. Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA. Gerakan Pramuka Diperkenalkan Pidato Presiden pada tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada peringatan\ Proklamasi Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya yaitu pengurus dan anggotanya. Menurut Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Kwartir Nasional Harian. Badan Pimpinan Pusat ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka keramat 17-8-’45, yaitu terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17 orang dan dalam Kwarnasri 8 orang. Namun demikian dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961, tanggal 14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian dari 70 anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di antara anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari. Mapinas diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh. Sementara itu dalam Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari. Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden dan berkeliling Jakarta. Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai. Peristiwa perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka

Minggu, 02 Januari 2011

PENGORGANISASIAN PRAMUKA

KEPUTUSAN
KETUA KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA
NOMOR : 045 TAHUN 2003
TENTANG
POKOK-POKOK PENGORGANISASIAN
GERAKAN PRAMUKA
Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka,
Menimbang: 1. Bahwa untuk keseragaman dan keselarasan dalam pembinaan dan pengembangan Gerakan Pramuka, perlu adanya suatu pedoman dalam mengatur pengorganisasian kelembagaan dan unsur-unsur organisasi dalam jajaran Gerakan Pramuka.
2. Bahwa berkenaan dengan itu perlu diterbitkan Keputusan mengenai Pokok-Pokok Pengorganisasian Gerakan Pramuka
Mengingat: 1. Keputusan Presiden Republik Indonesai Nomor 238 Tahun 1961
2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka
MEMUTUSKAN
Menetapkan
Pertama: Pokok-Pokok Pengorganisasian Gerakan Pramuka, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Kedua: Mencabut Keputusan Ka Kwarnas No. 050 Tahun 1987 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Pokok-Pokok Organisasi Gerakan Pramuka, tertanggal 30 April 1987.
Apabila terdapat kekeliruan dalam Keputusan ini, akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.
Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 April 2003

Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka,




H.A. Rivai Harahap









LAMPIRAN KEPUTUSAN
KETUA KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA
NOMOR: 045 TAHUN 2003
TENTANG
POKOK-POKOK PENGORGANISASIAN
GERAKAN PRAMUKA
BAB I
PENDAHULUAN
Umum
Untuk mencapai misinya dalam lingkungan strategik yang dinamis dan penuh tantangan, Gerakan Pramuka harus mampu berpikir dan bertindak secara strategik. Untuk itu diperlukan organisasi yang tanggap, fleksibel, ramping dan inovatif.
Pada saat ini, Gerakan Pramuka masih bekerja dengan struktur organisasi yang lama, yang lamban dan berat, yang diwarisi sejak zaman Belanda di awal abad ke20, yang kemudian dikembangkan secara tambal-sulam sesuai apa yang dirasakan perlu pada waktu terjadi perubahan. Kelembagaannya bertambah dan struktur organisasinya memiliki banyak tingkat yang cenderung membuat proses pengambilan keputusan menjadi ruwet dan lamban, sedangkan komunikasi internal kurang lancar.
Keputusan Kwarnas No. 050 Tahun 1987 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Pokok-Pokok Organisasi Gerakan Pramuka, tertanggal 30 April 1987, yang sampai sekarang belum dicabut, sudah tidak diacu lagi karena sudah tidak selaras dengan tuntutan zaman. Tetapi dengan tidak adanya dasar konseptual untuk pengorganisasian, maka terbuka kemungkinan terjadinya penyimpangan yang tidak diharapkan. Kita perlu meninjau kembali struktur, sistem dan manajemen, dan memantapkan kembali tujuan dan prinsip-prinsip kepramukaan dalam pengorganisasiannya, untuk memberikan kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah dan kemampuan untuk mengidentifikasi dan menanggapinya secara cepat dan efektif.
Maksud dan Tujuan
Petunjuk ini dimaksudkan untuk dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengatur organisasi, tugas dan tatakerja kwartir dan unit organisasi Gerakan Pramuka lainnya, dengan tujuan agar terjamin keseragaman dan keselarasan dalam pembinaan dan pengembangan Gerakan Pramuka.
Dasar
Anggaran Dasar Gerakan Pramuka
Tata Urut
Bab I Pendahuluan
Bab II Dasar-dasar Kepramukaan
Bab III Ketentuan Pokok
Bab IV Gugusdepan dan satuan Karya
Bab V Kwartir Gerakan Pramuka
Bab VI Lembaga Pendidikan
Bab VII Majelis Pembimbing
Bab VIII Musyawarah
Bab IX Lain-lain
Bab X Penutup
BAB II
DASAR-DASAR KEPRAMUKAAN
Definisi
Gerakan Pramuka adalah suatu gerakan pendidikan sukarela yang bersifat nonpolitik, untuk kaum muda, terbuka untuk semua, tanpa membedakan asal-usul, ras, suku dan agama, sesuai dengan tujuan, asas-asas dan metode tersebut di bawah ini.
Gerakan berarti suatu rangkaian kegiatan yang terorganisasi menuju suatu sasaran. Jadi, suatu gerakan mengandung makna, baik sasaran yang hendak dicapai maupun jenis organisasi untuk mencapainya.
Sifat sukarela kepramukaan menggarisbawahi persyaratan bahwa para anggota bergabung atas dasar kemauannya sendiri dan atas dasar penerimaannya secara sukarela akan asas-asas Gerakan. Hal ini berlaku baik untuk anggota muda maupun anggota dewasa.
Kepramukaan bersifat nonpolitik, dalam arti kata kepramukaan tidak terlibat dalam perjuangan kekuasaan yang menjadi wacana pokok dalam politik dan biasanya terpantul dalam sistem partai-partai politik. Sifat non-politik praktis ini adalah persyaratan dalam Anggaran Dasar dan merupakan karakteristik dasar dari Gerakan Pramuka maupun World Organization of the Scout Movement (WOSM). Namun demikian, ini tidak berarti bahwa kepramukaan sama sekali terpisah dari realitas politik dalam negara. Pertama, Gerakan Pramuka adalah gerakan yang bertujuan untuk mengembangkan kewarganegaraan yang bertanggungjawab; dan pendidikan kemasyarakatan ini, tidak akan berhasil tanpa kesadaran atas realitas politik di Indonesia. Kedua, Gerakan Pramuka adalah gerakan yang didasarkan pada beberapa prinsip, keyakinan dan nilai-nilai yang fundamental seperti Satya dan Darma Pramuka, yang mempengaruhi pilihan politik dari para anggotan.
Kepramukaan didefinisikan sebagai suatu gerakan pendidikan. Ini adalah cirinya yang hakiki, sehingga perlu dipaparkan lebih luas di bawah ini.
Pendidikan bukan hanya proses memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu. Dalam laporannya tertanggal 25 Oktober 1997 kepada UNESCO, Komisi Internasional tentang Pendidikan untuk Abad Ke21 (The International Commission on Education for the Twenty-first Century) menyatakan bahwa pendidikan meliputi:
1. a. pengembangan kemampuan berpikir atau akal, yaitu “belajar mengetahui”, termasuk “belajar bagaimana belajar”
2. b. proses untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan tertentu, yaitu “belajar berbuat”.
3. c. pengembangan karakter, “belajar menjadi seseorang ”
4. d. pengembangan sikap dan tingkah laku, “belajar hidup bermasyarakat ”.
Dalam arti kata yang luas, pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses yang bersasaran pengembangan seluruh kemampuan seseorang. Oleh karena itu, kepramukaan harus secara jelas dibedakan dari suatu gerakan yang hanya bersifat rekreatif. Di berbagai tempat di dunia termasuk di Indonesia, cenderung terdapat opini dan citra, bahwa kepramukaan hanyalah kegiatan rekreasi. Memang benar bahwa kegiatan rekreatif dalam kepramukaaan sangat penting, namun ini adalah sarana untuk mencapai tujuan, dan bukan tujuan sendiri.
Arah tujuan dalam pelatihan Pramuka adalah mendidik; bukan menginstruksi, bukan mengajar, tetapi mendidik, yaitu untuk mengeluarkan daya kemampuan dari anak itu, untuk mendidik dirinya sendiri, menurut keinginannya sendiri, menuju ke hal-hal yang akan membentuk karakternya.
Kata pendidikan biasanya dihubungkan dengan sistem sekolah, yang sebenarnya hanyalah salah satu bentuk pendidikan., yaitu pendidikan formal akademik.
Kepramukaan sebagai sistem pendidikan tergolong gerakan pendidikan nonformal, tidak merupakan bagian dari sistem pendidikan formal (sekolah dsb.), tetapi merupakan pendidikan luar sekolah yang terorganisasi, yang memiliki tujuan pendidikan dan peserta didik tertentu dan jelas. Kepramukaan tidak mengulangi atau mereproduksi apa yang telah diberikan oleh sekolah, keluarga, lembaga keagamaan, klub-klub atau organisasi kepemudaan lainnya kepada anak muda. Kepramukaan berupaya untuk melengkapi apa yang telah dikerjakan fihak lain, dengan cara mengisi kesenjangan-kesenjangan dalam pendidikan yang mungkin tidak dapat dilaksanakan oleh fihak lain.
Gerakan ini adalah gerakan kaum muda, di mana peran anggota dewasanya adalah sebagai mitra yang membantu anak muda itu mencapai tujuan kepramukaan. Kepramukaan terbuka untuk semua orang, tanpa membedakan asal-usul, ras, suku dan agama. Jadi, salah satu hal yang mendasari gerakan ini adalah asas nondiskriminasi, asalkan orang itu secara sukarela mematuhi tujuan, prinsip-prinsip dan metode Gerakan Pramuka.
Tujuan
Gerakan Pramuka mendidik dan membina anak muda Indonesia dengan tujuan agar mereka menjadi:
1. • Manusia berkepribadian, berwatak dan berbudi pekerti luhur, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kuat mental, tinggi moral, tinggi kecerdasan, terampil, kuat dan sehat jasmaninya.
2. • Warga Negara Republik Indonesia berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna, dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri, serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa dan negara, memiliki kepedulian terhadap sesama hidup dan alam lingkungan, baik lokal, nasional maupun internasional.
Prinsip Dasar
Prinsip Dasar Kepramukaan adalah:
3. • Iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
4. • Peduli terhadap bangsa dan tanah air, sesama hidup dan alam seisinya
5. • Peduli terhadap diri pribadinya
6. • Taat pada Kode Kehormatan Pramuka.
Metode Kepramukaan
Metode Kepramukaan adalah suatu sistem pendidikan diri yang progresif sesuai usia peserta didik. Metode ini diterapkan melalui:
7. • Satya dan Darma Pramuka;
8. • belajar dengan melakukannya (berbuat);
9. • sistem berkelompok kecil/regu; dengan bimbingan anggota dewasa sebagai mitranya (sistem among), meliputi kemampuan menemukan dan menerima tanggungjawab secara progresif serta pelatihan yang bertujuan untuk mengatur dirinya sendiri, yang diarahkan ke pengembangan karakter, memperoleh kompetensi, kemandirian, dapat dipercaya, serta kemampuan untuk memimpin dan untuk bekerjasama.
10. • program-program kegiatan yang progresif dan mendorong berdasarkan minat peserta didik, termasuk permainan, keterampilan bermanfaat, dan bakti kepada masyarakat, dengan mengambil tempat sebanyak mungkin di alam terbuka.
11. • sistem tanda kecakapan;
12. • satuan terpisah untuk putra dan putri.
BAB III
KETENTUAN POKOK
Umum
Dalam pengorganisasian Gerakan Pramuka diperhatikan ketentuan pokok yang mendasari penyusunannya, yaitu:
a. Misi Kepramukaan
b. Fungsi Pendidikan
c. Andalan dan Staf Eksekutif Profesional
d. Jenis Organisasi dan Lembaga
Misi Kepramukaan
Pada World Scout Conference yang bersidang di Durban, Afrika Selatan, pada bulan Juli 1999, telah diterima secara bulat oleh seluruh organisasi kepramukaan sedunia, rumusan Pernyataan Misi Kepramukaan. Pernyataan ini, didasarkan pada Konstitusi (Anggaran Dasar) WOSM, dimaksudkan untuk menegaskan kembali peran kepramukaan sekarang ini.
Pernyataan Misi Kepramukaan adalah sebagai berikut:
Misi Kepramukaan adalah turut menyumbang pada pendidikan kaum muda, melalui suatu sistem nilai yang didasarkan pada Satya dan Darma Pramuka, guna membantu membangun dunia yang lebih baik, di mana orang-orangnya adalah pribadi yang dirinya telah berkembang sepenuhnya dan memainkan peran konstruktif di dalam masyarakat.
Hal ini dicapai dengan:
melibatkan kaum muda dalam proses pendidikan nonformal selama tahun-tahun pembentukan kepribadiannya,
menggunakan metode khusus yang membuat masing-masing pribadi menjadi penggerak utama dalam pengembangan dirinya sendiri, untuk menjadi orang yang mandiri, siap membantu sesamanya, bertanggungjawab dan merasa terpanggil,
membantu mereka dalam membentuk suatu sistem nilai yang didasarkan pada asas-asas spiritual, sosial dan personal, sebagaimana dinyatakan dalam Satya dan Darma Pramuka.
Fungsi Pendidikan
Kepramukaan adalah suatu gerakan pendidikan bagi kaum muda. Karena itu dalam pengorganisasiannya, tekanan dan prioritas diberikan pada fungsi-fungsi pendidikannya, yaitu:
1) Penyelenggaraan program kegiatan peserta didik, termasuk bakti kepada masyarakat, dan
2) Penyelenggaraan pelatihan anggota dewasa.
Semua fungsi organik kepramukaan lainnya adalah pendukung bagi kedua fungsi pendidikan ini.
Andalan dan Staf Eksekutif Profesional
Kepramukaan adalah suatu gerakan sukarela, maka pengelolaan organisasinya dipimpin oleh para sukarelawan, yaitu mereka yang mempunyai latar belakang dan pengalaman kepramukaan dan dipilih atau ditunjuk untuk menduduki “posisi-posisi kepercayaan” di kwartir, yang pada umumnya meliputi fungsi utama organisasi. Karena itu para sukarelawan ini disebut “Andalan”. Posisi-posisi Andalan dalam Kwartir antara lain adalah: Pimpinan Kwartir, Andalan untuk Program Peserta didik putra dan putri, Andalan untuk Pelatihan Anggota Dewasa. Jumlah Andalan disesuaikan dengan kebutuhan serta situasi dan kondisi
Para andalan dalam tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga eksekutif profesional yang fungsinya adalah memberikan bantuan yang dibutuhkan guna menjamin manajemen organisasi yang lebih efisien dan efektif. Tenaga eksekutif profesional ini adalah orang-orang yang terlatih khusus dan mempunyai keahlian dan pengalaman dalam bidang tertentu, yang memperoleh imbalan berupa gaji dan kebutuhan lain untuk bekerja secara penuh di Kwartir.
Jenis Organisasi dan Lembaga dalam Gerakan Pramuka
Dalam penyelenggaraan kepramukaan terdapat jenis organisasi dan lembaga sebagai berikut:
a. Organisasi Pelaksana
Organisasi Pelaksana yang langsung menyelenggarakan pendidikan di lapangan adalah Gugusdepan (Gudep) dan Satuan Karya (Saka), yaitu: Gudep sebagai unit pelaksana utama dan Saka sebagai unit pelaksana yang melengkapinya.
b. Organisasi Pembina Teknis Kepramukaan
Organisasi Pembina Teknis Kepramukaan adalah Kwartir, yaitu: Kwartir Nasional (Kwarnas) pada tingkat nasional, Kwartir Daerah (Kwarda) pada tingkat provinsi, Kwartir Cabang (Kwarcab) pada tingkat kabupaten/kota, dan Kwartir Ranting (Kwarran) pada tingkat kecamatan.
c. Organisasi Pelatihan Anggota Dewasa
Organisasi Pelatihan Anggota Dewasa adalah Lembaga Pendidikan Pramuka (Lemdika), yaitu: Lemdikanas pada tingkat nasional, Lemdikada pada tingkat provinsi, dan Lemdikacab pada tingkat kabupaten/kota.
d. Organisasi Pembimbing dan Pembantu Kwartir
Organisasi Pembimbing dan Pembantu Kwartir adalah Majelis Pembimbing (Mabi), yaitu: Mabinas pada tingkat nasional, Mabida pada tingkat provinsi, Mabicab pada tingkat kabupaten/kota, Mabiran pada tingkat Kecamatan, Mabigus pada tingkat Gudep dan Mabisaka pada tingkat Saka.

e. Lembaga Penentu Kebijakan
Lembaga Penentu Kebijakan adalah Musyawarah, yaitu: Munas pada tingkat nasional, Musda pada tingkat provinsi, Muscab pada tingkat kabupaten/kota, Musran pada tingkat kecamatan, Mugus pada tingkat Gudep dan Musaka pada tingkat Saka.
BAB IV
GUGUSDEPAN DAN SATUAN KARYA
Gugusdepan (Gudep)
Tempat penyelenggaraan kepramukaan yang pokok dan utama adalah di Gudep, yang sekaligus merupakan pangkalan keanggotaan dan satuan induk bagi anggota peserta didiknya.
Anggota putera dan anggota puteri dihimpun dalam Gudep yang terpisah, masing-masing merupakan Gudep yang berdiri sendiri.
Dalam Gudep, peserta didik dihimpun dalam satuan-satuan, sesuai dengan kelompok umurnya, sebagai berikut:
13. • Perindukan Siaga, bagi peserta didik usia 7-10 tahun,
14. • Pasukan Penggalang, bagi peserta didik usia 11-15 tahun,
15. • Ambalan Penegak, bagi peserta didik usia 16-20 tahun, dan
16. • Racana Pandega, bagi peserta didik usia 21-25 tahun.
Suatu Gudep sekurang-kurangnya harus memiliki salah satu jenis satuan tersebut di atas. Gudep yang terdiri dari keempat jenis satuan itu disebut Gudep Lengkap.
Anggota Gerakan Pramuka yang menyandang cacat dihimpun dalam Gudep tersendiri (Gudep Khusus/ Gudep Luarbiasa) dengan penggolongan sebagai berikut:
Golongan A: Tuna Netra (kurang sempurna penglihatan)
Golongan B: Tuna Rungu/Wicara (kurang sempurna pendengaran/ berbicara)
Golongan C: Tuna Grahita (kurang sempurna fungsi intelektual)
Golongan D: Tuna Daksa (kurang sempurna tubuh)
Golongan E: Tuna Laras (kurang dapat menyesuaikan diri).
Satuan Karya (Saka)
Untuk menyalurkan minat dan mengembangkan bakat para pramuka, serta memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kepadanya, maka di tingkat Kwarcab dibentuk Satuan-satuan Karya (Saka). Anggota Saka adalah Pramuka Penegak dan Pandega dari Gudep-gudep dalam wilayah Kwarcab.
Pada tingkat Kwarnas, Kwarda dan Kwarcab, terdapat kelompok Pimpinan Saka, yang merupakan kelengkapan Kwartir sebagai unsur pembantu pimpinan, yang bertugas memberi bimbingan organisatoris dan teknis kepada Saka yang bersangkutan, serta memberikan bantuan fasilitas/ kemudahan yang diperlukan.
Satuan Karya dipimpin langsung oleh Pamong Saka, yaitu Pembina Pramuka Penegak/Pandega yang memiliki minat/kegemaran dalam satu bidang kegiatan Saka yang bersangkutan.
Pada saat ini Gerakan Pramuka memiliki tujuh bidang Saka, yaitu:
1) Saka Taruna Bumi (pertanian)
2) Saka Bahari (kelautan)
3) Saka Dirgantara ( kedirgantaraan)
4) Saka Bayangkara (keamanan dan ketertiban masyarakat)
5) Saka Wanabakti (kehutanan)
6) Saka Bakti Husada (kesehatan)
7) Saka Kencana (keluarga berencana)
BAB V
KWARTIR GERAKAN PRAMUKA
Jenjang Pembinaan Teknis Kepramukaan
Dalam Gerakan Pramuka, manajemen atau pengelolaan Kwartir didesentralisasi sesuai struktur kewilayahan administratif pemerintahan, yaitu dari pusat (Kwarnas), provinsi (Kwarda) kabupaten (Kwarcab) sampai kecamatan (Kwarran). Dalam mengelola personel, materiel dan keuangan, Kwartir merupakan suatu organisasi otonom yang bertanggungjawab kepada Musyawarah tingkat masing-masing.
Walaupun demikian, dalam hal pembinaan teknis penyelenggaraan kepramukaan, fungsi-fungsi Kwartir berjenjang mulai dari tingkat nasional, daerah, cabang sampai ranting sebagai berikut:
a. Kwarnas: Kebijakan dan Perencanaan Strategik
Pada tingkat nasional, Kwarnas menetapkan kebijakan-kebijakan penyelenggaraan kepramukaan, termasuk penentuan perencanaan strategik untuk kurun waktu tertentu,
b. Kwarda: Pengendalian Manajemen
Pada tingkat provinsi, Kwarda mengkoordinasi penerapan kebijakan-kebijakan tersebut di wilayahnya, dengan menyesuaikan pada kondisi daerahnya,
c. Kwarcab: Pengendalian Operasional
Pada tingkat Kabupaten/Kota, Kwarcab menyelenggarakan pengendalian operasional atas penyelenggaraan kebijakan itu serta bertanggungjawab atas pembinaan Gudep dan kegiatan kepramukaan dalam wilayahnya..
d. Kwarran: Membantu Kwarcab dalam Pengendalian Operasional
Kwartir Ranting berfungsi membantu Kwarcab dalam pembinaan Gudep dan Saka dalam wilayahnya.
Penyusunan Struktur Organisasi Kwartir
Struktur suatu organisasi pada hakikatnya adalah pengelompokan fungsi-fungsinya, agar organisasi dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan efektif dan efisien.
Fungsi-fungsi Kwartir berjenjang dan untuk masing-masing tingkat fungsi-fungsi itu adalah sama dan seragam. Fungsi semua Kwarda, di seluruh Indonesia adalah sama, demikian pula fungsi semua Kwarcab.
Namun demikian, situasi, kondisi dan volume kerja wilayah, berbeda-beda satu sama lainnya. Faktor-faktor geografi dan demografi, prasarana komunikasi, pertumbuhan satuan-satuan Pramuka, dapat sangat berbeda. Oleh karena itu, penuangan fungsi-fungsi ke dalam struktur organisasi, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor wilayah tersebut. Timbullah masalah-masalah rentang kendali, komunikasi internal, sifatnya sebagai gerakan yang harus dinamis, bukan instansi statis, dan sebagainya.
Dengan demikian, walaupun mengemban fungsi-fungsi yang sama, struktur organisasi Kwartir pada tingkat yang sama, dapat berbeda satu dengan yang lain. Penuangan dalam struktur organisasi yang efektif, ramping dan tanggap, merupakan tahap yang sangat penting dalam pengorganisasian Kwartir.
BAB VI
LEMBAGA PENDIDIKAN
Anggota Dewasa dalam kepramukaan
Amggota dewasa dalam kepramukaan mencakup: para pembina/pemimpin pramuka dan pamong Saka, dengan para pembantu/asistennya, para pelatih, serta para andalan sukarelawan dan tenaga eksekutif profesional, yang menduduki fungsi-fungsi manajemen, administrasi dan sebagainya.
Selama ini, kepramukaan telah mengembangkan suatu sistem pelatihan yang efektif dan teruji untuk pembina/pemimpin dewasa, yang merupakan salah satu kekuatannya sebagai gerakan pendidikan. Cara pendidikan anggota dewasa ini terus berkembang dan cukup inovatif: desentralisasinya secara berangsur telah memungkinkan sistem ini menyesuaikan pada kondisi-kondisi lokal yang menyusul pertumbuhan yang cepat dari Gerakan Pramuka di daerah-daerah. Namun demikian, sistem ini asal mulanya dirancang untuk menyediakan pelatihan bagi pembina/pemimpin satuan pramuka, dalam menjalankan program kegiatan peserta didik.
Tantangan yang dihadapi Gerakan Pramuka adalah: harus dapat menyediakan pelatihan yang cocok bagi semua anggota dewasanya, yang meliputi pelatihan-pelatihan bagi berbagai tingkat tanggungjawab, serta mutu dan relevansi kesempatan pelatihan yang dapat disediakan.
Lembaga Pendidikan
Lembaga Pendidikan Pramuka (Lemdika) Gerakan Pramuka pada tingkat masing-masing Kwartir adalah sebagai Badan Pelaksana Pelatihan Anggota Dewasa dalam lingkup Kwartirnya, dengan fungsi umumnya sebagai berkut:
a. penyelenggara dan pelaksana pendidikan dan pelatihan anggota dewasa;
b. pembinaan teknis para pelatih dan pembina mahir;
c. penyelenggara pengkajian, penelitian dan pengembangan;
d. pembina perpustakaan.
Lemdika pada tingkat nasional, bertanggungjawab atas penjaminan mutu (quality assurance) pelatihan anggota dewasa, yang berarti bertanggungjawab atas penyusunan semua kurikulum dan modul pelatihan. Sedangkan tanggungjawab atas pengendalian mutu (quality control) penyelenggaraan pelatihan terletak di masing-masing Kwartir c.q. pada Andalan Binawasa/Pelatihan.
Kewenangan diklat masing-masing tingkat Lemdika diatur dalam Keputusan Kwarnas tentang Sistem Diklat Gerakan Pramuka.
Pada hakikatnya organisasi Lemdika bersifat organisasi kerangka (skeleton organization) yaitu organisasi yang secara harian ditangani oleh beberapa personel inti. Pada saat yang diperlukan Ketua Lemdika dapat memobilisasi para Pelatih, Andalan Cabang, Pelatih Konsultan atau Pembantu Andalan di daerahnya untuk menyelenggarakan kursus, seminar/lokakarya atau pertemuan pakar lainnya.
BAB VII
MAJELIS PEMBIMBING
Majelis Pembimbing
Untuk memungkinkan menyelenggarakan misinya, Gerakan Pramuka memerlukan bimbingan dan bantuan, baik dari pemerintah maupun dari masyarakat Untuk itu, pada masing-masing tingkat Kwartir dan tingkat Gudep dan Saka, dibentuk suatu Majelis yang memberikan bimbingan dan bantuan itu, yang dinamakan Majelis Pembimbing, disingkat Mabi.
Memberi bimbingan mengandung makna memberi tuntunan, pengarahan, saran dan nasehat, dalam permasalahan moral, mental dan psikologis, untuk meningkatkan kondisi dan kemampuan Kwartir. Memberi bantuan mengandung makna membuka jalan, mengusahakan kesempatan dan mengusahakan fasilitas, dalam permasalahan organisasi, personel, sarana, prasarana, fasilitas dan keuangan.
Anggota Majelis Pembimbing terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat dan mantan pramuka, baik yang aktif di pemerintah maupun swasta, yang berpengaruh.
BAB VIII
MUSYAWARAH
Musyawarah
Kekuasaan tertinggi (kebijakan legislatif) dalam organisasi Gerakan Pramuka yang menetapkan kebijakan umum dan memilih Andalan Pengurus Kwartir, berada di tangan Musyawarah, yaitu berturut-turut: Musyawarah Nasional (Munas), Musyawarah Daerah (Musda), Musyawarah Cabang (Mucab), Musyawarah Ranting (Musran), Musyawarah Gudep (Mugus) dan Musyawarah Saka (Musaka).
Musyawarah diselenggarakan secara berkala menjelang akhir masa bakti, sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
BAB IX
LAIN-LAIN
Petunjuk Organisasi dan Tatakerja
Petunjuk penyelenggaraan lebih lanjut mengenai Organisasi dan Tatakerja masing-masing unit organisasi, serta hal-hal lain yang belum tercantum dalam Keputusan ini, akan diatur dalam Keputusan tersendiri.
BAB X
PENUTUP
Semua ketentuan yang telah diterbitkan mengenai organisasi Gerakan Pramuka, yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Jakarta, 30 April 2003
Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka,





H.A. Rivai Harahap

PP CARA MENILAI KECAKAPAN

KEPUTUSAN
KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA
NOMOR : 273 TAHUN 1993
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN CARA MENILAI
KECAKAPAN PRAMUKA


Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka:

Menimbang : 1. bahwa untuk mencapai tujuan Gerakan Pramuka dengan proses pendidikan kepramukaan yang melibatkan peserta didik dan Pembina Pramuka utnuk meningkatkan mutu pengetahuan, keterampilan dan sikap laku peserta didik, digunakan Sistem Tanda Kecakapan Pramuka ;
2. bahwa sistem Tanda Kecakapan Pramuka yang digunakan adalah Suarat Kecakapan Umum (SKU), Syarat Kecakapan Khusus (SKK), dan Syarat Pramuka Garuda (SPG) ;
3. bahwa untuk memudahkan pelaksanaan pencapaian SKU, SKK, dan SPG perlu diterbitkan petunjuk pelaksanaan tentang cara menilai kecakapan Pramuka.

Mengingat : 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 238 tahun 1961 tentang Gearakan Pramuka juncto Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 tahun 1988 tentang Anggaran Dasar Gerakan Pramuka.
2. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 103 tahun 1989 tahun 1989 tentang Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka.
3. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 088/KN/74 tahun 1974 dan Nomor 33 tahun 1987 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Syarat Kecakapan Umum.
4. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 134/KN/76 tahun 1976 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Syarat Kecakapan Khusus.
5. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 101 tahun 1984 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Pramuka Garuda.
6. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 178 tahun 1979 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Upacara dalam Gerakan Pramuka.

Memperhatikan : Saran Andalan Nasional dan Staf Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.

MEMUTUSKAN

Pertama : Petunjuk Pelaksanaan Cara Menilai Kecakapan Pramuka seperti tercantum dalam lampiran keputusan ini.

Kedua : Menginstruksikan kepada semua Kwartir dan Satuan Pramuka untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya isi petunjuk pelaksanaan ini.

Ketiga : Apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.

Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta,
Pada tanggal 30 Oktober 1993,
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Ketua,


Letjen TNI (Purn) Mashudi.










LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN
KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA
NOMOR 273 TAHUN 1993
PETUNJUK PELAKSANAAN CARA MENILAI
KECAKAPAN PRAMUKA


BAB I PENDAHULUAN

Pt. 1. Umum
a. Gerakan Pramuka menggunakan Sistem Tanda Kecakapan Pramuka sebagai alat untuk mencapai tujuan Gerakan Pramuka, yang meliputi :
1) Syarat Kecakapan Umum
2) Syarat Kecakapan Khusus
3) Syarat Pramuka Garuda
b. SKU, SKK, dan SPG merupakan alat/materi kegiatan pokok dalam proses pendidikan kepramukaan, yang melibatkan peserta didik dan Pembina Pramuka, untuk meningkatkan mutu pengetahuan, keterampilan dan sikap laku peserta didik menuju tercapainya tujuan Gerakan Pramuka.
c. Untuk pelaksanaan penilaian kecakapan Pramuka di lapangan, maka para Pembina Pramuka perlu memiliki, mempelajari dan memahami benar petunjuk penyelenggaraan yang telah ditetapkan dengan Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, antara lain sebagai berikut :
1) Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 088/KN/74 tahun 1974 dan Nomor 33 tahun 1987 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Syarat Kecakapan Umum.
2) Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 134/KN/76 tahun 1976 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Syarat Kecakapan Khusus.
3) Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 101 tahun 1984 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Pramuka Garuda.
4) Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 178 tahun 1979 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Upacara dalam Gerakan Pramuka.
5) Keputusan Kwarnas lainnya mengenai petunjuk penyelenggaraan hal-hal lain yang terkait.
d. Untuk pelaksanaan penilaian kecakapan Pramuka secara obyektif, para Pembina Pramuka perlu mempelajari dan memahami benar hal-hal yang tampak secara umum, misalnya :
1) Pramuka Siaga masih suka berkhayal, menykai ceritera fantastis dan lucu.
2) Pramuka Penggalang semangatnya menggebu, daya nalarnya mulai berkembang, masih suka pada hal yang lucu.
3) Pramuka Penegak berfikir kritis, logis, merasa mampu mandiri, emosional.
4) Pramuka Pandega ingin berbuat sesuatu dan sedang mencari jatidirinya.
e. Pelaksanaan pencapaian SKU, SKK, dan SPG di lapangan harus dilakukan secara kreatif dan rekreatif, sehingga menggairahkan peserta didik untuk menempuh ujian, serta menyelesaikan materi kegiatan Pramuka, dengan menghindari suasana formal, kaku, dan statis.
f. Tujuan diterbitkannya petunjuk pelaksanaan ini adalah untuk memberi kemudahan kepada para Pembina Pramuka dalam menilai SKU, SKK, dan SPG bagi peserta didiknya, sebagai salah satu upaya peningkatan mutu anggota Gerakan Pramuka.
g. Maksud diterbitkannya petunjuk pelaksanaan ini adalah agar :
1) proses penyelesaian materi SKU, SKK, dan SPG dan proses penilaiannya lebih disenangi dan diminati peserta didik.
2) para Pembina Pramuka mampu memberi dorongan dalam menilai perserta didiknya, dengan menggunakan berbagai variasi dan sekaligus membina perkembangan watak dan sikap laku peserta didik.
3) para peserta didik dan orang dewasa terdorong untuk berbuat lebih baik dan peka terhadap kepentingan peserta didik dan masyarakat lingkungannya.

Pt. 2. Ruang lingkup dan tata urut.
Petunjuk pelaksanaan ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan menilai SKU, SKK, dan SPG, yang disusun dengan tata urut sebagai berikut :
a. Umum
b. Pengertian, tujuan, sasaran dan fungsi
c. Proses penilaian
d. Upacara
e. Penutup



BAB II
PENGERTIAN, TUJUAN,
SASARAN DAN FUNGSI

Pt. 3. Pengertian
a. Yang dimaksud dengan kecakapan dalam petunjuk penyelenggaraan ini adalah kemampuan seorang Pramuka yang berlandaskan pada pengetahuan, keterampilan, dan sikap laku yang dimilikinya.
b. Syarat Kecakapan Umu (SKU) adalah syarat kecakapan minimum, yang harus dicapai secara umum oleh semua Pramuka, sesuai dengan perkembangan jasmani dan rohaninya.
c. Syarat Kecakapan Khusus (SKK) adalah syarat kecakapan minimum, yang harus dicapai secara khusus oleh seorang Pramuka, sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan pribadi/individunya.
d. Syarat Pramuka Garuda (SPG) adalah syarat kecakapan tertinggi, yang harus dicapai oleh seorang Pramuka, sesuai dengan golongan usianya.
d. Menguji kecakapan dalam Gerakan Pramuka adalah menilai pengetahuan, keterampilan dan sikap seorang Pramuka, diukur dengan SKU, SKK dan, SPG, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan bahwa yang bersangkutan telah memenuhi syarat minimal yang telah ditentukan, sesuai dengan keadaan dan kemampuan peserta didik.

Pt. 4. Tujuan
Tujuan penilaian kecakapan dalam Gerakan Pramuka adalah untuk mengukur keberhasilan usaha mencapai tujuan Gerakan Pramuka dengan :
a. mendorong peserta didik menambah pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.
b. mengembangkan hal-hal yang bersifat positif yang ada pada diri peserta didik.
c. menanamkan keyakinan peserta didik akan kemampuannya dan kesadaran untuk membaktikan diri bagi kepentingan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, serta Tuhan Yang Maha Esa.

Pt. 5. Sasaran
a. Sasaran penilaian kecakapan peserta didik adalah :
1) meyakini akan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliknya.
2) merasa mantap atas kemampuan mental dan fisiknya.
3) memiliki kepercayaan diri yang lebih besar.
4) memiliki rasa tanggungjawab dan kewajiban untuk berbakti.
b. Sasaran penilaian kecakapan peserta didik bagi para Pembina Pramuka adalah :
1) mengetahui keberhasilan proses pendidikan yang dilakukannya.
2) mengetahui usaha dan prestasi yang dicapai peserta didik.
3) mengetahui kemampuan para Pembina Pramuka dalam melaksanakan tugasnya.

Pt. 6. Fungsi
Para Pembina Pramuka perlu menyadari bahwa penilaian kecakapan dalam Gerakan Pramuka berfungsi sebagai alat pendidikan untuk mencapai tujuan Gerakan Pramuka, dan bukanlah merupakan tujuan pendidikan.


BAB III PROSES PENILAIAN KECAKAPAN

Pt. 7. Pendekatan
a. Karena penilaian kecakapan Pramuaka merupakan alat pendidikan, maka pada prinsipnya menilai kecakapan Pramuka adalah secara perorangan.
b. Untuk beberapa mata kegiatan, memang ada yang perlu dilaksanakan secara berkelompok, namun demikian penilaiannya tetap secara perorangan. Hal ini misalnya : kegiatan upacara, memimpin menyanyikan lagu Indonesia Raya, memasak, PPPK, dan sebagainya.
c. Pelaksanaan penilaian kecakapan Pramuka perlu memperhatikan perbedaan usia, perkembangan jasmani dan rohani peserta didik. Cara menilai Pramuka Siaga berbeda dengan menilai Pramuka Penggalang, penegak dan Pandega.
d. Penilaian kecakapan Pramuka dilaksanakan :
1) dalam bentuk praktek, artinya bukan hanya teori, secara tertulis.
2) secara praktis, artinya sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
3) dengan cara penyajian kegiatan yang menarik dan menyenangkan.

Pt. 8. Waktu
a. Pelaksanaan penilaian kecakapan dapat diatur oleh Pembina Pramuka yang bersangkutan, misalnya :
1) dijadwalkan dalam setiap hari latihan berkala.
2) dijadwalkan dalam acara wisata, perjalanan di kapal laut, mengisi waktu luang dalam perjalanan jauh, dan lain-lain.
3) pada waktu melaksanakan kegiatan, baik kegiatan dalam latihan berkala di satuannya, maupun kegiatan kemasyarakatan, kepemudaan, kemahasiswaan dan sejenisnya yang melibatkan peserta didik.
b. Penilaian kecakapan juga dapat dilaksanakan pada waktu yang disepakati bersama oleh peserta didik dengan Pembinanya, meliputi pula tempat dan mata kegiatannya.

Pt. 9. Proses
a. Proses penilaian kecakapan dapat dilaksanakan :
1) secara langsung yaitu peserta didik secara sadar merasakan proses prnilaian SKU, SKK, dan SPG, sesuai dengan kesepakatan bersama antara peserta didik dengan Pembinanya.
2) secara tidak langsung, yaitu peserta didik mengikuti kegiatan di dalam latihan berkala atau mengikuti kegiatan lain dan tidak disadarinya bahwa dalam kegiatan itu mereka dinilai kecakapannya. Hal ini perlu dilakukan khususnya untuk peserta didik yang segan atau takut dinilai.
b. Proses penilaian kecakapan juga dilakukan dengan :
1) menitikbertakan pada usaha dan upaya secara bersungguh-sungguh dari peserta didik, untuk mencapai hasil yang diharapkan (nilai formil).
2) kemudian menilai materi atau hasil usaha yang dapat dicapai oleh peserta didik (nilai materiel). Pada pelaksanaan menilai kecakapan peserta didik perlu digunakan prinsip : untuk mencapai hasil yang baik perlu adanya usaha secara bersungguh-sungguh dengan sekuat tenaga dan upaya. Itulah sebabnya nilai formal diutamakan daripada nilai materiel, kecuali untuk penilaian Syarat Kecakapan Khusus, penilaian materi atau hasil usaha juga ikut menentukan keberhasilannya.

Pt. 10. Hal-hal yang perlu diperhatikan
Penilai wajib memperhatikan :
a. Keadaan dan kemampuan peserta didik, atas dasar jenis kelamin, usia, kebugaran jasmani, bakat, minat, dan kecerdasan, ketangkasan, keterampilan, keuletan dan usaha yang telah dilakukan peserta didik.
b. Latar belakang kehidupan peserta didik, keluarga, sekolah dan lingkungan tempat tinggalnya.
c. Keadaan masyarakat setempat, misalnya adat-istiadat, kebiasaan, keadaan sosial ekonomi, pembatasan, larangan dan lain-lainnya.
d. Mengingat bahwa semua syarat kecakapan itu merupakan sarana pokok yang mempengaruhi sikap laku peserta didik agar meningkat secara positif, dan sekaligus menambah pengetahuan dan keterampilannya, maka proses penilaian harus bersifat mendorong keberanian dan merangsang kemauan peserta didik untuk menempuhnya

Pt. 11. Penilai
a. Penilai SKU pada prinsipnya adalah Pembina peserta didik masing-masing.
b. Para Pemimpin Regu Penggalang, Pramuka Penegak dan Pandega yang senior dapat ditugaskan membantu menilai SKU bagi teman-temannya.
c. Jika dianggap perlu, para Pembina dapat pula meminta bantuan orang-tua Pramuka dan orang lain yang dianggap mampu untuk menilai peserta didiknya, namun tanggungjawab tetap pada Pembina yang bersangkutan. Sebaiknya pada saat pelaksanaan penilaian Pembina Pramuka mendampinginya.
d. Oleh karena Satya dan Darma Pramuka erat kaitannya dengan pengembangan sikap laku dan pembinaan watak peserta didik, maka penilaian kode kehormatan harus dilakukan oleh Pembina peserta didik yang bersangkutan.
e. Penilai SKK dan SPG sebaiknya dilakukan oleh Pembina atau orang lain yang dianggap mampu, yang tergabung dalam Tim Penilai yang diangkat oleh Kwartir Ranting atau Kwartir Cabang yang bersangkutan.

Pt. 12. Kebijaksanaan dalam menilai kecakapan
a. Pembina atau penilai dituntut untuk bertindak bijaksana, adil dan penuh pertimbangan dan tanggungjawab.
b. Menguji peserta didik penyandang cacat tidak dapat disamakan seperti ketentuan yang tertulis di dalam SKU, SKK, dan SPG.
c. Ketentuan tertulis dalam SKU, SKK, dan SPG adalah syarat minimum yang harus dicapai peserta didik, oleh karenanya apabila syarat itu dianggap terlalu mudah bagi peserta didik maka Pembina Pramuka atau penilai dapat meningkatkan bobotnya, sehingga peserta didik merasa bahwa tanda kecakapan yang dipakainya diperoleh tidak dengan begitu saja, melainkan dengan usaha yang tidak mudah. Namun harus diingat bahwa bagi peserta didik yang kurang kemampuannya, cukup sampai syarat minimal itu saja, sudah dianggap berhasil dan memenuhi syarat.
d. Penilaian dapat dilakukan dengan memberi tugas yang dapat dikerjakan di rumah, di sekolah, atau di tempat lain, dengan bantuan orangtua peserta didik, guru dan tokoh masyarakat lain yang diperlukan. Misalnya untuk penilaian kegiatan berkebun, menjahit, kegiatan agama, dan lain-lain.
e. Penilaian kecakapan peserta didik dalam bentuk kegiatan kelompok atau lomba, merupakan salah satu cara untuk mendorong minat dan keberanian setiap peserta didik, di samping penilaian atas kerjasama anggota kelompok, meskipun penilaian tetap secara perorangan.
f. Para Pembina perlu mengupayakan untuk mendorong tanpa paksaan, agar peserta didik mencapai tingkat kecakapan yang setinggi-tingginya dan memperoleh tanda kecakapan khusus sebanyak-banyaknya.

BAB IV UPACARA

Pt. 13. Upacara pelantikan
a. Upacara pelantikan dilaksanakan untuk peserta didik yang telah berhasil menyelesaikan SKU tingkat awal, yaitu Siaga Mula, Penggalang Ramu, Penegak Bantara, dan Pandega.
b. Upacara dilakukan secara sederhana, khidmat dan berkesan terutama mengenai ucapan Janji/Satya Pramuka.
c. Upacara dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Petunjuk Penyelenggaraan Upacara Dalam Gerakan Pramuka.
d. Seyogyanya upacara pelantikan dihadiri pula oleh orangtua/wali peserta didik yang bersangkutan.
e. Sesudah mengikuti upacara pelantikan, peserta didik berhak memakai pakaian seragam lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Sesudah upacara pelantikan, Pembina Pramuka yang melantik mengisi buku SKU sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pt. 14. Upacara kenaikan tingkat
a. yang dimaksud dengan upacara kenaikan tingkat yaitu upacara pemberian tanda kecakapan umum sebagai kelanjutan dari tingkat kecakapan awal; misalnya dari :
1) Siaga Mula ke Siaga Bantu
2) Siaga Bantu ke Siaga Tata.
Begitu pula pada golongan Penggalang dan Penegak.
Pada golongan Pandega tidak ada upacara kenaikan tingkat, karena SKU Pandega hanya satu tingkat.
b. Upacara kenaikan tingkat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tertera pada Petunjuk Penyelenggaraan Upacara Dalam Gerakan Pramuka.

Pt. 15. Upacara pemberian TKK dan Tanda Pramuka Garuda
a. Upacara pemberian TKK dan Tanda Pramuka Garuda dapat dilakukan seperti upacara kenaikan tingkat.
b. Akan lebih berkesan dan dapat memberikan motivasi kepada teman-temannya apabila upacara pemberian Tanda Pramuka Garuda dilakukan bersamaan dengan peristiwa-peristiwa penting, seperti Peringatan Hari Pramuka, Peringatan Hari Besar Nasional/Agama, dan lain-lain.

Pt. 16. Pengembangan Upacara
a. mengingat bahwa upacara di Satuan Pramuka sifatnya pendidikan, maka upacara dilaksanakan :
1) dengan menjamin terlaksananya prinsip sederhana, tertib, lancar dan khidmat ;
2) dengan menjamin adanya Sang Merah Putih, ucapan Janji/Satya Pramuka, doa, dan pemberian tanda kecakapan yang disertai nasehat yang berkaitan dengan tanda tersebut.
b. Agar tidak membosankan maka para Pembina Pramuka dibenarkan menambah variasi atau mengembangkan tataupacara sesuai dengan keadaan setempat, tanpa menyimpang dari ketentuan yang berlaku dari prinsip tersebut di atas, dan dihindari kemungkinan kaburnya kesan ucapan Janji/Satya Pramuka.
c. Tidak dibenarkan mengadakan upacara pelantikan di tempat pemakaman, di laut, di tengah sungai, dan lain-lain, atau didahului dengan kegiatan yang bersifat penggojlokan.
d. Waktu, tempat, dan acara tambahan pada upacara diselaraskan dengan keadaan setempat, misalnya upacara pelantikan dilakukan di halaman rumahnya ketika peserta didik merayakan ulang tahun, di sekolah ketika perayaan ulang tahun sekolah, dan lain sebagainya.













BAB V PENUTUP

Pt. 17. Lain-lain
Hal-hal yang belum diatur dalam petunjuk ini akan diatur lebih lanjut oleh Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.



Jakarta, 30 Oktober 1993.
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
Ketua




Letjen TNI (Purn) Mashudi